Eksplor Kalimantan Timur Part 2

DAY 2 (SAMARINDA)

Rencana kami di hari kedua adalah menuju Desa Budaya Dayak Pampang yang teletak di Samarinda. Samarinda adalah ibu kota Provinsi Kalimantan Timur, letaknya di utara Balikpapan. Jarak dari Balikpapan menuju Samarinda sekitar 120 Kilometer, dan dapat ditempuh antara 2-3 jam lewat jalan darat baik dengan mobil ataupun motor. Atau kalau lo solo traveler, jangan khawatir, ada banyak perusahaan travel yang menawarkan transportasi dari Balikpapan menuju Samarinda, waktu keberangkatannya pun udah terjadwal, lo tinggal pergi menuju bandara Sepinggan yang lokasinya ada di tengah kota, gede banget, dan semua orang tau (jadi gak mungkin lo miss), di sana ada banyak loket resmi perusahaan travel yang melayani transportasi ke Samarinda.

Desa Pampang adalah desa yang dihuni oleh suku Dayak Kenyah. Mereka berasal dari daerah pedalaman, tapi karena keterbatasan fasilitas mereka akhirnya hijrah menuju Samarinda, dan bermukim di Samarinda bagian Utara. Suku Dayak sendiri sebenarnya terdiri dari banyak rumpun yang berbeda satu sama lainnya, dan kali ini senang sekali saya diberi kesempatan untuk mengenal salah satu sub-sukunya, Dayak Kenyah. Suku Dayak Kenyah merupakan bagian dari rumpun Apo Kayan yang sebagian besar warganya berprofesi sebagai petani.

Kami berangkat dari Balikpapan jam 10 pagi, dan hari itu adalah hari minggu. Hari minggu perlu digarisbawahi dalam konteks ini, kenapa? karena tepat jam 2 siang setiap hari minggu di Desa Budaya Dayak Pampang diadakan pertunjukan seni di balai warganya. Warga Dayak akan berkumpul dan menampilkan pertunjukan tari khas Dayak lengkap dengan pakaian adatnya. Menarik kan ? Kalau kita kesana di hari-hari biasa, nothing special. Karena mereka pasti sibuk dengan kegiatan sehari-harinya.

Sayangnya belum ada lintasan kereta api komersial di Kalimantan, kalo ada gw pasti naik kereta api, sensasi perjalanan dengan pemandangan hutan lebat kalimantan di kiri-kanan jendela kereta pasti asik banget.

Tapi perjalanan naik mobil juga asik ternyata, pemandangannya ngga kalah seru. Kanan-kirinya kita juga masih bisa menemui hutan yang alami.

Ekspektasi gue dengan berangkat dari Balikpapan jam 10 pagi kita akan sampai di lokasi tepat jam 2 siang dan duduk nyaman bersiap nonton pertunjukan, itu pun sudah dengan perhitungan kena macet dan hal tak terduga lainnya yang memperlambat perjalanan.

Tapi yang terjadi adalah.

10.00 WITA
Everything looks good, kita masuk mobil siap berjalan menuju Samarinda. Semuanya sudah lengkap, kamera, aplikasi peta, cemilan, minuman, aman. Cuma rayap bilang perlu ketemu orang sebentar untuk urusan pekerjaan yang melibatkan uang, jadi kita harus cari amplop dan beli materai.

10.10 WITA
Mampir di warung tos pinggir jalan, beli amplop dan materai. Amplop udah dapet, materai udah dapet. Tapi Rayap bilang uangnya belum diambil jadi kita harus ambil uang ke ATM.

10.30 WITA 
Sampai di ATM di SPBU dekat bandara Sepinggan, tapi ternyata yang ngantri ambil uang cukup banyak jadi kita harus nunggu.

10.45 WITA
Uang udah diambil, amplop udah dapet. Sekarang kita tinggal ketemuan sama orangnya.

gue :
"Okey sekarang telfon orangnya yap.."

Rayap :
ngambil hp, mencet nomer, taro hape di kupingnya, sesaat kemudian... "Telfonnya gak aktif ka.."

gue :
meenn??!!!!!

11.00 WITA
akhirnya orang yang ditunggu nelfon balik. Kita janjian ketemuan di jalan Soekarno-Hatta. Jalan Soekarno-Hatta ini adalah jalan yang menghubungkan Samarinda dan Balikpapan.

11.30 WITA
Urusan pekerjaan selesai, we're on our way to Samarinda. Akhirnyaaa

14.00 WITA 
Sampai di samarinda. Perjalanan ke kota Samarinda memakan waktu sekitar 2 setengah jam, tapi kita belum sampai di tempat yang dituju, karena desa budaya Dayak Pampang letaknya ada di sungai Siring, Samarinda Utara, tepatnya di jalan poros Samarinda-Bontang km 5 lo akan menemukan pintu masuk ke desa Pampang, setelah menemukan pintu masuk, telusuri terus jalan desa sampai ketemu rumah Lamin. Waktu tempuh dari pintu masuk ke rumah lamin sekitar 10 menit.

14.30 WITA
(Photograph by Oka)
Akhirnya kita sampai di Desa Dayak Pampang, pertunjukan sudah dimulai dan yang datang ternyata juga lumayan ramai. Padahal tadinya gw kira desa Pampang belum banyak diketahui oleh para wisatawan. Kita datang terlambat, tapi untungnya pertunjukan belum selesai digelar.

Pertunjukannya digelar di dalam Rumah Lamin, rumah adat Dayak. Berbagai penari menari dengan latar belakang ornamen khas Dayak. Penarinya bermacam-macam, ada ibu-ibu, pria setengah baya, pemuda, gadis-gadis dayak, sampe penari bertopeng. Mereka menari dengan pakaian adat dayak yang lengkap dan juga diiringi lantunan musik dayak yang enak didengar. Salah satu instrumennya bernama sape, bentuknya mirip dengan gitar.

(Photograph by Oka)
Tiket masuk ke Desa Budaya Dayak Pampang 15 ribu rupiah per orang, selain itu gw juga kena charge 50 ribu rupiah karena gw membawa kamera DSLR, kalau kamera HP ngga kena charge kok, tapi untuk urusan foto memfoto, rupanya adek-adek Dayak ini sudah cukup ngerti uang. Pertama mereka pasti menghampiri kita untuk foto bareng, setelah foto bareng kita akan ditagih uang. Nominalnya tidak tentu, bisa 20-50 ribu untuk beberapa kali foto. Dan temen gw, Valen mengalami sendiri yang namanya dipalak sama anak Dayak, dia ngajak main anak-anak Dayak untuk berfoto dan merekam video, waktu mau pulang dia ditagih 150 ribu sama si anak Dayak. :)))


Dari pengalaman gw berinteraksi dengan mereka, mereka sangat ramah, baik dan hangat menyambut kedatangan orang luar. Jauh dari persepsi gw selama ini akan suku Dayak yang tinggal di pedalaman. Gaya hidup mereka pun modern, buktinya beberapa anak sudah punya smartphone, hanya saja kita tetap masih bisa menemui beberapa orang tua yang memegang teguh tradisi dayak seperti, mentato tubuh atau memanjangkan telinga yang disebut muncuk penikng. 

(Photograph by Oka)



(Photograph by Oka)


Yang lucunya, ketika Valen membuka identifikasi diri sebagai pekerja Media Televisi, anak-anak Dayak mendengarnya dengan antusias. Komentar yang keluar dari bibir mereka bikin gw senyum-senyum sendiri, pertanyaan semacam 'kak sering ketemu artis dong?' atau 'Sering nongol di tv dong kak' masih biasa di dengar, tapi ketika ada satu anak yang bertanya 'kak, pernah ketemu artis korea nggak kak?' gw lesu.


Beberapa dari mereka rupanya juga terjangkit virus korea yang beberapa tahun belakangan melanda Indonesia. Tidak salah mungkin, cuma tambah bikin gw makin percaya kalau tv punya peranan kuat untuk mempengaruhi masyarakat,apalagi ini contohnya adalah masyarakat yang tinggal di pedalaman. Apa jadinya kalau yang ditayangkan televisi bukan pernak-pernik budaya korea, tapi budaya Indonesia. Budaya Indonesia sendiri yang sebenernya lebih keren. Percaya deh, budaya Indonesia jauh lebih keren.


Sepulangnya dari Desa Pampang menuju Balikpapan kami menyempatkan diri mampir di Lipan Hill Restaurant & Cafe. Menikmati sunset Samarinda dengan pemandangan tepian sungai Mahakam. Setelah puas foto, kami kembali ke rumah dan membicarakan rencana esok hari ke Bukit Bangkirai.




Sunset di Tepian Sungai Mahakam (Photograph by Oka)

Comments

Post a Comment

Popular Posts